SELAMAT BERGABUNG!

aktororchestra.blogspot.com adalah bentuk "pengkhidmatan" A. Bima Sutisna, Agus Nasihin, Yanti Sri Budiarti dan Aktor Band terhadap karya-karya sastra dan musik Indonesia.

Media ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan bermanfaat seputar bahasa dan sastra Indonesia, beragam apresiasi sastra, informasi musik dan lagu, serta mudah-mudahan dapat memotivasi para pelajar, pendidik dan musisi untuk senantiasa berkarya serta tetap menjaga dan meningkatkan kualitas.


Minggu, 06 Juni 2010

MENJADI PENYAIR AMOR


Penulis: Agus Nasihin
 (Beberapa Catatan dari Dialog dengan Acep Zamzam Noor dan Ahda Imran yang dilaksanakan oleh Majelis Sastra Bandung di Gedung Indonesia Menggugat, 30 Mei 2010)



Penemuan dalam Pertemuan (Kecil)
Berbicara mengenai perpuisian di Jawa Barat (khususnya Bandung) pada tahun 80-an tidak dapat dilepaskan dari dua hal, yaitu “Pertemuan Kecil” dan Saini K.M. “Pertemuan Kecil” merupakan rubrik di Pikiran Rakyat yang diasuh oleh Saini K.M. memuat karya-karya penyair disertai ulasan singkat. Saini K.M. diakui sebagai pengasuh para penyair muda bagaimana menulis puisi yang baik dan menjadi penyair yang benar. Dari rubrik inilah dikenal karya-karya Juniarso Ridwan, Beni Setia, Yessi Anwar, Sutan Iwan Soekri Munaf, Diro Aritonang, Soni Farid Maulana, Nirwan Dewanto, Agus R. Sarjono, Cecep Syamsul Hari, dan banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, tidak terkecuali Acep Zamzam Noor dan Ahda Imran. Sebagaimana diakui oleh Ahda Imran, Saini K.M. tidak banyak memberikan ulasan yang bersifat teknis, tetapi lebih menekankan pada masalah sikap mental. Dengan demikian, “Pertemuan Kecil” menjadi bidan yang membantu lahirnya penulis-penulis muda yang terbukti kemudian banyak menjadi penulis-penulis mumpuni.
Bisa jadi, “Pertemuan Kecil” adalah satu-satunya sarana interaksi antarpenulis puisi, Pada saat itu, yang dirasakan oleh Ahda, agak sulit untuk berinteraksi dengan sesama penulis atau penyair karena masih langkanya komunitas-komunitas berkesenian dan acara-acara bedah buku. Bahkan Ahda baru mengetahui sosok Saini K.M. pada acara peluncuran buku puisi Sepuluh Orang Utusan, padahal sebelumnya pernah bertemu di toko buku. Hal ini dirasakan juga oleh Acep pada awal-awal kepenyairannya. Dia merasa seorang diri, tidak punya teman.

Penemuan dalam Pertemuan (Besar)
Lain dulu lain sekarang. Setiap generasi adalah anak zamannya. Kini mencari informasi semudah menjentikkan jemari. Dunia maya dengan segala fasilitas dan kemudahannya membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu. Naskah diketik komputer kemudian dikirim lewat email merupakan salah satu contoh kemudahan itu. Setiap orang dapat menulis puisi dan menerbitkan atau memuatnya dalam blog atau catatan di facebook merupakan salah satu contoh kemudahan lainnya. Konsekuensi dari situasi ini, menurut Ahda, lebih banyak orang yang menulis, tetapi tidak atau sedikit membaca. Oleh karena itu, Ahda sangat menekankan kepada para penyair untuk memperkaya bacaan (bacaan apapun) serta melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan berkesenian.
Adanya jejaring facebook atau twitter mendorong para penulis untuk berinteraksi lebih jauh, bahkan membentuk komunitas-komunitas tertentu. Setiap orang menemukan ruang kebebasan berekspresi. Banyaknya buku yang diterbitkan mendorong penerbit atau penulisnya untuk mengadakan acara peluncuran buku. Dalam ruang-ruang seperti itulah kemudian para penulis berinteraksi dan berdialog. Situasi seperti itu secara kuantitatif memperlihatkan semakin luasnya “apresiator” dan “penulis”, tetapi dari segi kualitas masih menjadi pertanyaan.

Amatir: Jalan Penyair
Memilih menjadi penyair berarti memilih jalur amatir. Menulis puisi tidak dapat dijadikan sebagai profesi yang akan menjadikannya sebagai profesional (yang secara finansial menguntungkan). Modal dalam berproses sehingga lahir puisi tidak sebanding dengan imbalan yang didapat dari honor atau hasil menjual buku puisi. Para penyair yang telah mumpuni sekalipun tak ada yang mengandalkan profesinya pada kepenyairan. Goenawan Mohammad adalah seorang yang berprofesi sebagai wartawan atau Sapardi Djoko Damono berprofesi sebagai dosen. Oleh karena itu, penyair tidak akan pernah pensiun karena dia seorang amatir, sedangkan seorang professional akan mengalami pensiun. Begitulah Acep Zamzam Noor (AZN) menjelaskan tentang proses kreatif dan keyakinannya terhadap kepenyairan.
Istilah amatir, menurut AZN bukanlah sesuatu yang jelek atau rendah serta tidak ada hubungannya dengan pencapaian kualitas karya seseorang. Amatir dalam penafsiran AZN berasal dari kata amore yang berarti cinta dan ini sangat erat hubungannya dengan kesukaan, kesenangan, kecintaan serta pengorbanan pada pekerjaan yang ditekuni. Karena amatir, penyair tidak mengenal pensiun.
Masalah profesi ini ditanggapi oleh M. Syafari Firdaus. Dia mengatakan bahwa dirinya memilih jalan untuk menulis puisi saja, tidak memilih jalan untuk menjadi penyair. “Seorang penyair harus menulis puisi, tetapi menulis puisi tidak selalu harus penyair”, kata Daus (Daus adalah panggilan Firdaus oleh Matdon sebagai moderator, alih-alih memanggilnya Firda). Menjadi penyair harus memiliki mentalitas sebagai penulis (puisi), intensionalitas, dan loyalitas. Firdaus menegaskan bahwa puisi “Menjadi Penyair Lagi” menunjukkan bahwa AZN sebagai penulisnya sempat berada pada situasi tidak sedang menjadi penyair. Acep sendiri mengakui bahwa ada kalanya dalam setahun puisi yang dihasilkannya hanya beberapa.

Menulis Puisi: melalui Tabarruk
Menjadi penyair, bagi AZN merupakan proses yang panjang dan melalui jalan yang berliku. Salah satu jalan yang dilaluinya melalui tabarruk (mengambil berkah). Hal tersebut dilakukan dengan melihat tradisi di pesantren yang begitu menghormati dan mengagungkan kitab kuning. Kitab kuning oleh orang-orang pesantren diciumi dan diletakkan di atas kepala. Menurut pengakuannya, AZN pun waktu di Itali, sampai-sampai menciumi buku-buku puisi para penyair Itali dan Spanyol. Hal itu dilakukannya sebagai salah satu cara menghayati. AZN mungkin tidak sedang menyarankan agar kita juga melakukan hal yang sama, tetapi kedekatan kita, penghayatan kita terhadap sesuatu akan menjadikan diri kita lebih memahami dan dapat menyatu dengan apa yang kita hayati tersebut.

Menulis Puisi: Mencari Suasana
Setiap orang memiliki tempat-tempat dan waktu-waktu favorit untuk menulis. Ilham dan gagasan dapat dipungut kapan saja dan di mana saja, tetapi untuk menuliskannya perlu suasana khusus yang membawanya pada situasi in the mood. Intinya tempat, cuaca, benda-benda, alam memberikan intensitas rangsangan yang berbeda-beda, bahkan creambath pun menjadi penting bagi penyair, begitu menurut Acep Zamzam Noor.

Menulis Puisi: Menggosok Batu Akik
AZN pernah memberikan batu akik kepada seseorang yang ingin menjadi penyair. Namun, orang tersebut memberikannya lagi kepada orang lain sehingga tidak berhasil menjadi penyair. Bisa jadi sebenarnya bukan semata-mata batu akik, melainkan bagaimana kita harus membentuk mentalitas seorang penyair, melatih kekhusyukan, kesabaran, tidak mudah putus asa, ketulusan serta kecintaan terhadap sesuatu. Menggosok batu akik melalui proses panjang yang hasilnya baru akan diketahui pada tahap akhir. ”Batu itu seperti kata, semakin digosok semakin bercahaya,” begitulah fatwa AZN kepada siapa saja yang berniat serius menggeluti puisi.

Menulis Puisi: Mengolah Realitas (Tahu manjadi Tahi)
Dalam proses kreatifnya, penyair melakukan pergulatan yang intens dalam menjalani kehidupan. Realitas yang dilihat, dirasakan, dan dijalaninya harus diolah, penyair dituntut untuk menyatakan realitas tersebut dengan wujud lain. Realitas yang dialami sang penyair, baik rohani maupun jasmani, tidak lagi dinyatakan secara verbal, tetapi harus mampu dilukiskan secara visual lewat kata-kata.

Puisi: Meremangkan Bulu Kuduk
Bagaimana menjelaskan puisi yang bagus merupakan suatu persoalan karena setiap orang tidak harus sepakat mengenai kriteria yang dipegangnya. Akan tetapi, kriteria AZN terhadap sebuah puisi berhasil adalah kemampuannya meremangkan bulu kuduk (mungkin juga bulu yang lain). Bahkan menurut pengakuan AZN nama penyairnya yang puitis atau aneh pun dapat menggetarkan. Jadi langkah awal AZN dalam menikmati puisi adalah memeriksa nama penyairnya dulu apakah sudah beres atau belum sebagai nama penyair. Setelah itu baru memasuki puisinya.

Catatan Terakhir: Apakah menjadi ilalang ada gunanya?
”Tak boleh seorang mukmin merendahkan diri. Apa maksud merendahkan diri ya Rasul? Memaksakan diri untuk melakukan apa yang tidak mampu ia lakukan” (Mizan, 3:441). Perkataan Rasulullah ini menjadi kalimat pengingat bagi kita (saya), apakah kita (saya) memaksakan diri sebagai penyair sehingga menjadi orang yang akan merendahkan diri sendiri. Apakah kata-kata Saini K.M. yang juga dikutip oleh AZN bahwa memaksakan diri menjadi penyair hanya akan mengganggu dunia puisi bagai ilalang mengganggu tanaman padi. Dalam konteks ini Saini mengingatkan kepada para penulis yang menulis puisinya didasari oleh motif-motif lain, bukan panggilan jiwa. Atau biarkan saja ilalang tumbuh karena ilalang juga memberikan manfaat.
(Mohon maaf jika terdapat kesalahan interpretasi mohon maklum. Salam takzim:
Agus Nasihin – apresiator amor)